Kegiatan Rutin Berdoa Setiap Pagi

MI Darul Huda 02 Karanggondang selalu melaksanakan kegiatan berdoa secara bersama-sama setiap pagi dengan membaca asmaul husna dan dipimpin oleh para siswa-siswi tanpa membaca teks asmaul husna

Drum Corps MI Darul Huda 02

Drum Band MI Darul Huda 02 Karanggondang saat berpartisipasi di acara Karnaval di Pantai Kartini Jepara

Lomba Pesta Siaga

Siswa MI Darul Huda 02 Karanggondang sedang mengikuti kegiatan Lomba Pesta Siaga yang di selenggarakan di Pantai Kartini Jepara

Sitemap MI Darul Huda 02

Sitemap MI Darul Huda 02

SelengkapnyaSitemap MI Darul Huda 02

Kisah Khalifah Umar Bin Khattab

Kisah Khalifah Umar Bin Khattab - Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu Bakar sibuk bertanya pada banyak orang."Bagaimana pendapatmu tentang Umar?" Hampir semua orang menyebut Umar adalah seorang yang keras, namun jiwanya sangat baik. Setelah itu, Abu Bakar minta Usman bin Affan untuk menuliskan wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar.
Tampaknya Abu Bakar khawatir jika umat Islam akan berselisih pendapat bila ia tak menuliskan wasiat itu.
Pada tahun 13 Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar menjadi khalifah. Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai "Khalifatur- Rasul", kini mereka memanggil Umar "Amirul Mukminin" (Pemimpin orang mukmin). Umar masuk Islam sekitar tahun 6 Hijriah. Saat itu, ia berniat membunuh Muhammad namun tersentuh hati ketika mendengar adiknya,Fatimah, melantunkan ayat Quran.
Selama di Madinah, Umarlah –bersama Hamzah-yang paling ditakuti orang-orang Quraisy.Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul dihina. Saat hijrah, ia juga satu-satunya sahabat Rasul yang pergi secara terang-terangan. Ia menantang siapapun agar menyusulnya bila ingin "ibunya meratapi, istrinya jadi janda, dan anaknya menangis kehilangan."
Kini ia harus tampil menjadi pemimpin semua. Saat itu, pasukan Islam tengah bertempur sengit di Yarmuk -wilayah perbatasan dengan Syria. Umar tidak memberitakan kepada pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat dan ia yang sekarang menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi pasukan yang tengah melawan kerajaan Romawi itu.
Di Yarmuk, keputusan Abu Bakar untuk mengambil markas di tempat itu dan kecerdikan serta keberanian Khalid bin Walid membawa hasil. Muslim bermarkas di bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Puluhan ribu pasukanRomawi -baik yang pasukan Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani-tewas. Lalu terjadilah pertistiwa mengesankan itu.
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya "Jirri Tudur"– ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. "saya berjihad bukan karena Umar," katanya. Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan "tangga manusia", pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo. Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur.Lalu Umar dengan bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum GerejaSyria dan Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komandoAmr bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.
Ke wilayah Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga merebut Ctesiphon –pusat kerajaan Persia,pada 637 Masehi. Tiga putri raja dibawa ke Madinah, dan dinikahkan dengan Muhammad anak Abu Bakar, Abdullah anak Umar, serta Hussein anak Ali. Hussein dan istrinya itu melahirkan Zainal Ali Abidin -Imam besar Syiah.
Dengan demikian, Zainal mewarisi darah Nabi Muhammad, Ismail dan Ibrahim dari ayah, serta darah raja-raja Persia dari ibu. Itu yang menjelaskan mengapa warga Iran menganut aliran Syiah. Dari Persia, Islam kemudian menyebar ke wilayah Asia Tengah, mulai Turkmenistan, Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan sekarang.
Banyak Sekali Sifat-sifat teladan yang patut kita contoh dari Seorang Umar Bin Khatab, Salah satunya adalah, Suatu ketika Umar bin Khattab sedang berkhotbah di masjid di kota Madinah tentang keadilan dalam pemerintahan Islam. Pada saat itu muncul seorang lelaki asing dalam masjid , sehingga Umar menghentikan khotbahnya sejenak, kemudian ia melanjutkan.
"Sesungguhnya seorang pemimpin itu diangkat dari antara kalian bukan dari bangsa lain. Pemimpin itu harus berbuat untuk kepentingan kalian, bukan untuk kepentingan dirinya, golongannya, dan bukan untuk menindas kaum lemah. Demi Allah, apabila ada di antara pemimpin dari kamu sekalian menindas yang lemah, maka kepada orang yang ditindas itu diberikan haknya untuk membalas pemimpin itu. Begitu pula jika seorang pemimpin di antara kamu sekalian menghina seseorang di hadapan umum, maka kepada orang itu harus diberikan haknya untuk membalas hal yang setimpal."
Selesai khalifah berkhotbah, tiba-tiba lelaki asing tadi bangkit seraya berkata; "Ya Amiirul Muminin, saya datang dari Mesir dengan menembus padang pasir yang luas dan tandus, serta menuruni lembah yang curam. Semua ini hanya dengan satu tujuan, yakni ingin bertemu dengan Tuan."
"Katakanlah apa tujuanmu bertemu denganku," ujar Umar.
"Saya telah dihina di hadapan orang banyak oleh Amr bin Ash, gubernur Mesir. Dan sekarang saya akan menuntutnya dengan hukum yang sama."
"Ya saudaraku, benarkah apa yang telah engkau katakan itu?" tanya khalifah Umar ragu-ragu.
"Ya Amiirul Muminin, benar adanya."
"Baiklah, kepadamu aku berikan hak yang sama untuk menuntut balas. Tetapi, engkau harus mengajukan empat orang saksi, dan kepada Amr aku berikan dua orang pembela. Jika tidak ada yang membela gubernur, maka kau dapat melaksanakan balasan dengan memukulnya 40 kali."
"Baik ya Amiirul Muminin. Akan saya laksanakan semua itu," jawab orang itu seraya berlalu. Ia langsung kembali ke Mesir untuk menemui gubernur Mesir Amr bin Ash.
Ketika sampai ia langsung mengutarakan maksud dan keperluannya. "Ya Amr, sesungguhnya seorang pemimpin diangkat oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat. Dia diangkat bukan untuk golongannya, bukan untuk bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya, dan bukan pula untuk menindas yang lemah dan mengambil hak yang bukan miliknya. Khalifar Umar telah memberi izin kepada saya untuk memperoleh hak saya di muka umum."
"Apakah kamu akan menuntut gubernur?" tanya salah seorang yang hadir.
"Ya, demi kebenaran akan saya tuntut dia," jawab lelaki itu tegas.
"Tetapi, dia kan gubernur kita?"
"Seandainya yang menghina itu Amiirul Muminin, saya juga akan menuntutnya."
"Ya, saudara-saudaraku. Demi Allah, aku minta kepada kalian yang mendengar dan melihat kejadian itu agar berdiri."
Maka banyaklah yang berdiri.
"Apakah kamu akan memukul gubernur?" tanya mereka.
"Ya, demi Allah saya akan memukul dia sebanyak 40 kali."
"Tukar saja dengan uang sebagai pengganti pukulan itu."
"Tidak, walaupun seluruh masjid ini berisi perhiasan aku tidak akan melepaskan hak itu," jawabnya .
"Baiklah, mungkin engkau lebih suka demi kebaikan nama gubernur kita, di antara kami mau jadi penggantinya," bujuk mereka.
"Saya tidak suka pengganti."
"Kau memang keras kepala, tidak mendengar dan tidak suka usulan kami sedikit pun."
"Demi Allah, umat Islam tidak akan maju bila terus begini. Mereka membela pemimpinnya yang salah dengan gigih karena khawatir akan dihukum," ujarnya seraya meninggalkan tempat.
Amr binAsh serta merta menyuruh anak buahnya untuk memanggil orang itu. Ia menyadari hukuman Allah di akhirat tetap akan menimpanya walaupun ia selamat di dunia.
"Ini rotan, ambillah! Laksanakanlah hakmu," kata gubernur Amr bin Ash sambil membungkukkan badannya siap menerima hukuman balasan.
"Apakah dengan kedudukanmu sekarang ini engkau merasa mampu untuk menghindari hukuman ini?" tanya lelaki itu.
"Tidak, jalankan saja keinginanmu itu," jawab gubernur.
"Tidak, sekarang aku memaafkanmu," kata lelaki itu seraya memeluk gubernur Mesir itu sebagai tanda persaudaraan. Dan rotan pun ia lemparkan.
Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644 Masehi. Saat salat subuh, seorang asal Parsi Firuz menikamnya dan mengamuk di masjid dengan pisau beracun. Enam orang lainnya tewas, sebelum Firus sendiri juga tewas. Banyak dugaan mengenai alasan pembunuhan tersebut. Yang pasti,ini adalah pembunuhan pertama seorang muslim oleh muslim lainnya.
Umar bukan saja seorang yang sederhana, tapi juga seorang yang berani berijtihad. Yakni melakukan hal-hal yang tak dilakukan Rasul. Untuk pemerintah, ia membentuk departemen-departemen.Ia tidak lagi membagikan harta pampas an perang buat pasukannya, melainkan menetapkan gaji buat mereka. Umar memulai penanggalan Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan catatan ayat Quran yang dirintis Abu Bakar. Ia juga memerintahkan salat tarawih berjamaah. (w2p) www.suaramedia.com
SelengkapnyaKisah Khalifah Umar Bin Khattab

Kisah Khalifah Abu Bakar As-Sidiq

Kisah Khalifah Abu Bakar As-Sidiq - Abu Bakar bin Abu Quhafah, turunan bani Taim bin Murrah, bin Kaab, bin Luai, bin Kalb Al-Qurasyi. Pada Murrah bertemulah nasabnya dengan Rasul. ibunya Ummul Khair Salma binti Sakhr bin Anrir, turunan Taim bin Murrah juga . Dia lahir pada tahun kedua dari tahun gajah, jadi dua tahun lebih tua Rasulullah daripadnya. Sejak mudanya telah masyhur budinya yang tinggi dan perangai- nya yang terpuji. Dia sanggup menyediakan segala bekal rumah- tangganya dengan usahanya sendiri. Sebelum Rasulullah diutus, persahabatan mereka telah karib juga.
Tatkala telah ditetapkan beliau menjadi Nabi, maka Abu Bakarlah laki-laki dewasa yang mula-mula sekali mempercayainya. Rasulullah paling sayang dan cinta kepada sahabatnya itu, kerana dia adalah sahabat yang setia dan hanya satu-satunya orang dewasa tempatnya mesyuarat di waktu pejuangan dengan kaum Quraisy sangat hebatnya.
Tiap-tiap orang besar mempunyai kelebihan sendiri, yang akan diingat orang bila menyebut namanya. Abu Bakar masyhur dengan kekuatan kemahuan, kekerasan hti, pemaaf tetapi rendah hati, dermawan dan berani bertindak lagi cerdik.
Di dalam mengatur pemerintahan, meskipun tidak lama, masyhur siasatnya yang mempunyai semboyan keras tak dapat dipatahkan, lemah lembut tetapi tak dapat disenduk. Hukuman belum dijatuhkan sebelum pemeriksaan memuaskan hatinya, sebab itu diperintahkan- nya kepada wakil-wakilnya di tiap-tiap negeri supaya jangan tergesa-gesa menjatuhkan hukum.
Salah menghukum seseorang hingga tidak jadi terhukum, lebih baik daripada salah hukum yang menyebabkan yang tidak bersalah sampai terhukum. Meskipun sukar hidupnya, pantang benar baginya mengadukan halnya kepada orang lain.
Tidak ada orang yang tahu kesusahan hidupnya, kecuali beberapa orang sahabatnya yang karib yang senantiasa memperhatikan dirinya, sebagai Umar. Setelah dia diangkat menjadi Khalifah, beberapa bulan dia masih rneneruskan pemiagaannya yang kecil itu. Tetapi kemudian ternyata rugi, sebab telah menghadapi urusan negeri sehingga dengan permintaan orang banyak, pemiagaan itu iberhentikannya dan dia mengambil kadar belanja tiap hari daripada wang negara.
Jadi Khalifah
Rasulullah memegang dua jabatan, pertama menyampaikan kewajiban sebagai seorang pendakwah. Kedua bartindak selaku ketua kaum Muslimin. Kewajiban pertama telah selesai seketika dia menutup mata, tetapi kewajiban yang kedua, menurut partimbangan kaum Muslimin ketika itu perlu disambung oleh yang lain, kerana suatu umat tidak dapat tersusun persatuannya kalau mereka tidak mempunyai pemimpin. Sebab itu perlu ada gantinya (khalifahnya).
Belum lagi Rasulullah dikebumikan, telah timbul dua macam pendapat. Pertama ialah menentukan pangkat Khalifah itu di antara kaum keluarga Rasulullah yang terdekat.Pendapat pertama ini terbagi dua pula. Pertama rnenentukan pangkat Khalifah itu dalam persukuan Rasulullah. Kedua hendaklah ditentukan di dalam rumahtangganya yang sekarib-karibnya. Di waktu dia menutup mata adalah orang yang paling karib kepadanya saudara ayahnya; Abbas bin Abdul Muttalib dan anak saudara ayahnya Ali dan Aqil, keduanya anak Abu Thalib. Kelebihan Ali daripada Abbas dan Aqil ialah kerana dia menjadi menantu pula dari Rasulullah, suami dari Fatimah. Kelebihan Abbas ialah dia waris yang paling dekat kepada beliau. Artinya jika sekiranya tidaklah ada beliau meninggalkan anak dan isteri, maka Abbas itulah yang akan menjadi ashabah (waris yang menerima sisa harta) yakni kalau harta Rasulullah boleh diwariskan.
Pendapat kedua: Khalifah hendaklah orang Ansar. Setelah Rasulullah wafat, berkumpulah kepala-kepala kaurn Ansar di dalam sebuah balairung kepunyaan bani Saidah, balk Ansar pihak Aus mahupun Ansar dari persukuan Khazraj. Maksud mereka hendak memilih Saad bin Ubadah menjadi Khalifah Rasulullah, sebab dialah yang paling terkedahapan dari pihak kaum Ansar ketika itu.
Apa lagi Saad sendiri telah berpidato kepada mereka yang menganjurkan bagaimana keutamaan dan kemuliaan kaum Ansar, terutama dalam membela Rasulullah dan mempertahankan agama Islam, sehingga beroleh gelar Ansar, artinya pembela, tidak ada orang lain yang berhak menjabat pangkat itu melainkan Ansar. Perkataannya itu sangat mendapat perhatian dari hadirin, semuanya setuju. Tetapi salah seorang di antara yang hadir bertanya: Bagaimana kalau saudara-saudara kita orang Quraisy tidak setuju, dan sekiranya mereka kemukakan alasan bahwa merekalah kaum kerabat yang karib dan ahli negerinya, apa jawab kita? Seorang Ansar menjawab saja dengan cepat: Kalau mereka tidak setuju, lebih baik kita pilih saja seorang Amir dari pihak kita dan mereka pun memilih pula Amir dari pihaknya, dan kita tidak mahu dengan aturan yang lain.
Saad membantah sangat pendapat itu, dia berkata: Itulah pangkal kelemahan. Berita permesyuaratan itu lekas sampainya kepada orang-orang besar dalam Muhajirin, sebagai Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah dan lain-lain. Sebentar itu juga dengan segera mereka pergi ke balairung itu. Baru saja sampai Abu Bakar terus berpidato: Allah Taala telah memilih Muhammad menjadi RasulNya, membawa petunjuk dan kebenaran. Maka diserunyalah kita kepada Islam, dipegangnya ubun-ubun kita semuanya dan dipengaruhinya baiat kita.
Kamilah kaum Muhajirin yang mula-mula memeluk Islam, kamilah keluarga Rasulullah, dan kamilah pula suatu kabilah yang boleh dikatakan menjadi pusat perhubungan semua kabilah di Tanah Arab ini, tidak ada satu kabilah pun yang tidak ada perhubungannya dengan kami. Dan kamu pula, kamu mempunyai kelebihan dan keutamaan. Kamu yang membela dan menolong kami, kamulah wazir-wazir besar kami di dalam pekeriaan besar agama ini, dan wazir Rasulullah, kamulah saudara kandung kami di bawah lindungan Kitabullah, kamu kongsi kami dalam agama, baik di waktu senang apa lagi di waktu susah. Demi Allah, tidak ada kebaikan yang kami dapati, melainkan segala kebaikan itu kamu pun turut menanamnya. Kamulah orang yang paling kami cintai, paling kami muliakan, dan orang-orang yang paling patut takluk kepada kehendak Allah mengikut akan suruhNya.
Janganlah kamu dengki kepada saudara kamu kaum Muhajirin, sebab kamulah sejak dahulunya orang yang telah sudi menderita susah lantaran membela kami. Saya percaya sungguh, bahwa haluan kamu belum berubah kepada kami, kamu masih tetap cinta kepada Muhajirin. Saya percaya sungguh, bahwa nikmat yang telah dilebihkan Tuhan kepada Muhajirin ini tidak akan kamu hambat, saya percaya sungguh bahwa kamu tidakkan dengki atas ini: Sekarang saya serukan kamu memilih salah seorang daripada yang berdua ini, iaitu Abu Ubaidah atau Umar, keduanya saya percaya sanggup memikulnya, dan keduanya memang ahlinya.
Setelah selesai pidato Abu Bakar itu, maka berdirilah Khabbab bin Al-Munzir berpidato pula:Wahai sekalian Ansar, pegang teguh hakmu, seluruh manusia di pihakmu dan membelamu, seorang pun tidak ada yang akan berani melangkahi hakmu, tidak akan diteruskan orang suatu pekerjaan, kalau kamu tak campur di dalam. Kamu ahli kegagahan dan kemuliaan, kaya dan banyak bilangan, teguh dan banyak pengalaman, kuat dan gagah perkasa. Orang tidak akan melangkah ke muka sebelum melihat gerak kamu. Kamu jangan berpecah, supaya maksud kita jangan terhalang. Kalau mereka tidak hendak memperhatikan iuga, biarlah mereka beramir sendiri dan kita beramir sendiri pula.
Mendengar itu Umar lalu menyambung pembicaraannya: Jangan, itu sekali-kali jangan disebut: Tidak dapat berhimpun dua kepala dalam satu kekuasaan. Khabbab berdiri kembali:Sekalian Ansar! Pegang teguh hakmu jangan undur, jangan didengarkan cakap orang ini dan kawan- kawannya, lepas hakmu kelak. Hebat sekali pertentangan Umar dengan Khabbab. Dengan tenang Abu Ubaidah tampil ke muka dan berkata: Kaum Ansar! Ingatlah bahwa kamu yang mula-mula menjadi pembela dan penolong, rnaka ianganlah kamu pula yang mula-mula menjadi pemecahan dan penukar. Dengan tangkas Basyir bin Saad tampil ke muka, dia seorang yang terpandang dalam golongan Ansar dari Aus: Wahai kaum Ansar, memang, demi Allah, kita mempunyai beberapa kelebihan dan keutamaan, di dalam pejuangan yang telah ditempuhi oleh agama ini. Tetapi ingatlah, pekerjaan besar itu kita lakukan bukanlah lantaran mengharap yang lain, hanyalah semata-mata mengharapkan redha Allah dan taat kepada Nabi kita, untuk penunjukan diri kita masing-masing kepada Tuhan!
Sebab itu tidaklah patut kita me- manjangkan mulut menyebut-nyebut jasa itu kepada manusia, jangan diambil menyebut-nyebut jasa itu untuk peningkat dunia. Ingatlah bahwa Allah telah memberi kita kemuliaan dan pertolongan bukan sedikit. Ingat pula bahwa Muhammad itu terang dari Quraisy, kaumnya lebih berhak menjadi penggantinya mengepalai kita. Demi Allah, saya tidak mendapat satu jalan untuk menentang mereka pada pekejaan yang telah terang ini. Takutlah kepada Allah, jangan bertingkah dengan saudara-saudara kita Muhajirin, jangan berselisih! Majlis tenang!
Ketika itu berkatalah Abu Bakar: Ini ada Abu Ubaidah dan Umar, pilihlah mana di antara keduanya yang kamu sukai dan baiatlah! Dengan serentak keduanya membantah:Tidak, tidak. Demi Allah, kami tidak akan mahu menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih ada, engkaulah orang Muhajirin yang lebih utama, engkaulah yang berdua saja dengan dia di dalam gua ketika terusir, engkaulah yang ditetapkannya menjadi gantinya sembahyang seketika dia sakit, ingatlah bahwa sembahyang itu seutama-utama agama orang Islam! Siapakah yang akan berani melangkahimu dan memegang pekerjaan ini…? Tadahkan tanganmu, kami hendak membaiatkan engkau!
Lalu Umar mengambil tangannya dan membaiatnya, setelah itu mengikut Abu Ubaidah, diiringi oleh Basyir bin Saad. Basyir dari golongan Ansar persukuan Aus, Saad bin Ubadah dari persukuan Khazraj, Aus jauh lebih kecil persukuannya daripada Khazraj. Kalau sekiranya jadi pekerjaan Khalifah diberikan kepada Ansar, tentu Aus selamanya tidak juga akan mendapat giliran kerana kecilnya. Ini kelak akan mendatangkan fitnah juga dalam negeri Madinah, menimbulkan permusuhan zaman jahiliyah. Inilah yang ditimbang oleh Basyir ketika berpidato itu.
Demi melihat Basyir membaiat, maka berduyun-duyunlah anggota Aus yang lain mem- baiat Abu Bakar. Melihat itu, maka anggota-anggota Khazraj pun telah terpengaruh pula oleh.semangat pertemuan itu, kesemuanya tampil ke muka membaiat Khalifah yang tercinta itu, sehingga Abu Ubaidah yang duduk bersandar ke dinding kerana tidak boleh berdiri lantaran demam, hampir terpijak. Adapun Ali bin Abu Thalib, ia tidak hadir di situ, lantaran sedang menjaga jenazah Rasulullah, dan ketidak-hadirannya itu menjadi alasan pula baginya untuk tidak turut membaiat. Melihat ramai pihak yang telah datang berduyun-duyun membaiat Abu Bakar, maka bani Hasyim pun tidaklah dapat mengelakkan diri lagi, apalagi setelah mereka mengerti bahwa khalifah itu bukanlah sama dengan pangkat kenabian.
Insaflah mereka bahwa perkara ini bukan perkara urusan keluarga, tetapi urusan siapakah orang yang paling mulia di sisi Nabi, padahal mereka semuanya memang mengakui akan keutamaan Abu Bakar Apakah lagi suatu kelebihan yang lebih utama daripada meniadi wakil Rasulullah bersembahyang di waktu sakitnya. Kalau Rasulullah sendiri telah percaya kepadanya dalam urusan dunia, iaitu memerintah umat, Ali sendiri pun akhimya mem- baiatnya juga, iaitu beberapa waktu setelah wafat isterinya Fatimah binti Rasulullah itu.
Pidato Abu Bakar
Setelah selesai orang membaiat itu, Abu Bakar pun berpidatolah, sebagai sambutan atas kepercayaan orang banyak kepada dirinya itu, penting dan ringkas:Wahai manusia, sekarang aku telah menjabat pekerjaan kami ini, tetapi bukanlah aku orang yang lebih baik daripada kamu. Maka jika aku lelah berlaku baik dalam jabatanku, sokonglah aku. Tetapi kalau aku berlaku salah, tegakkanlah aku kembali. Kejujuran adalah suatu amanat, kedustaan adalah suatu khianat. Orang yang kuat di antara kamu, pada sisiku hanyalah lemah, sehingga hak si lemah aku tarik daripadanya. Orang yang lemah di sisimu, pada sisiku kuat, sebab akan ku ambilkan daripada si kuat akan haknya, Insya Allah. Janganlah kamu suka menghentikan jihad itu, yang tidak akan ditimpa kehinaan. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan RasulNya. Tetapi kalau aku langgar perintahNya, tak usahlah aku kamu taat dan ikut lagi. Berdirilah sembahyang, moga- moga rahmat Allah meliputi kamu.
Tentera Usamah
Bukanlah urusan baiat yang sulit itu saja bahaya yang menimpa umat Islam sewafat Rasulullah. Tetapi baru saja tersiar khabar kematian itu ke seluruh benua Tanah Arab bergeraklah orang-orang munafik yang hendak mencari keuntungan diri sendiri, timbullah golongan kaum murtad dan Nabi-nabi palsu, semuanya hendak memberontak melepaskan diri daripada persatuan Islam yang baru tegak itu. Sedang kaum Muslimin sendiri ketika itu di dalam susah besar dan kemasyghulan lantaran kematian Nabi.
Kaum pemberontak itu baru saja memeluk Islam, mereka belum tahu hakikat agama, masuknya ke agama hanya dipengaruhi gerakan ramai, dan segan kepada kekuasaan Nabi. Tentu saja setelah Nabi wafat mereka hendak belot. Ada satu golongan pula yang sudi mendirikan sembahyang, tetapi tidak hendak mengeluarkan zakat lagi. Demikian besar bahaya yang sedang mengancam, sedikit pun tidak kelihatan perubahan muka Abu Bakar. Ada orang mengatakan kepadanya supaya orang-orang yang tidak sudi mengeluarkan zakat itu tak usah diperangi, kerana mereka masih sudi sembahyang. Tetapi dengan tegas beliau berkata: Tidak, penderhaka yang hendak memperbedakan sembahyang dengan zakat itu mesti kuperangi juga, walau saya akan dihambat dengan ikatan sekalipun.
Tetapi sebelum mengatur persiapan memerangi pemberontak- pemberontak itu, Abu Bakar lebih dahulu hendak menyempurnakan angkatan perang di bawah pimpinan Usamah yang usianya masih terlalu muda, baru kira-kira 17 tahun. Dia diangkat oleh Rasulullah menjadi kepala perang, tetapi pejalanannya diundurkan lantaran kematian Rasulullah. Banyak ketua-ketua Quraisy menjadi perajurit di bawah perintahnya. Demi setelah Rasulullah wafat, Umar meminta supaya pengiriman Usamah itu diundurkan saja kerana banyak yang lain yang lebih penting, atau tukar dengan kepala tentera yang lebih tua.
Dengan gagah dia mendekati Umar dan menunjukkan kuasa dan kekerasannya kepada sahabatnya itu: Celaka engkau, wahai anak si Khattab, Rasulullah sendiri yang mengangkat dia, belum lama lagi dia terkubur, engkau menyuruh saya mengubah perintahnya? Pemberangkatan Usamah itu dilangsungkan juga. Dia pergi ke tempat perhentian perajurit Usamah untuk melepaskan mereka. Ketika dia memberikan pesannya yang penting-penting kepada Usamah, Usamah di atas kenderaannya dan beliau berjalan kaki. Biarlah hamba turun ke bawah dan paduka naik ke atas kenderaan ini, kata Usamah. Tidak, jawab beliau, Belumlah akan mengapa jika kakiku kena debu beberapa saat di dalam menegakkan jalan Allah. Setelah itu dimintanya kalau boleh Usamah mengizinkan Umar tinggal di Madinah, tidak jadi pergi berperang, kerana Umar perlu benar baginya untuk teman di dalam mengatur siasat negeri. Maka permintaan itu dikabulkan oleh Usamah.
Tidaklah mahu Khalifah itu memerintahkan kepada ketua perang yang telah diserahinya pimpinan itu supaya Umar jangan dibawa, melainkan dimintanya. Ketika mereka akan berangkat itu beliau berpidato: Jangan khianat, jangan mungkiri janji, jangan dianiaya bangkai musuh yang telah mati, jangan dibunuh anak-anak, orang kua dan perempuan. Jangan dipotong batang kurma, jangan dibakar dan jangan di-tumbangkan kayu-kayuan yang berbuah, jangan disembelihi saja kambing, sapi dan unta, kecuali sekadar akan dimakan. Kalau kamu bertemu dengan suatu kaum yang telah menyisihkan dirinya di dalam gereja-gereja hendaklah dibiarkan saja.
Jika engkau bertemu dengan suatu kaum yang bercukur tengah-tengah kepalanya dan tinggal tepinya sebagai lingkaran, hendaklah perangi! Kalau diberi orang makanan hendaklah bacakan nama Allah seketika memakannya. Hai Usamah, berbuatlah apa yang diperintahkan Nabi kepadamu di negeri Qudhaah itu, dan jangan engkau lalaikan sedikit pun perintah-perintah Rasulullah. Setelah dilepaskan tentera itu di Jaraf, beliau kembali ke Madinah.
Usamah pun berangkat dikepungnyalah negeri Qudhaah itu, empat puluh hari lamanya pertempuran hebat dengan musuh, maka dia pun kembali dengan kemenangan. Tentera ke Qudhaah ini bukan sedikit memberi kesan kepada musuh-musuh yang lain, timbul perkataan, kalau sekiranya kaum Muslimin tidak mempunyai ke- kuatan, tetu mereka tidak akan mengirim tentera ke negeri Qudhaah lebih dahulu sebelum menaklukkan yang lain. Akan huru-hara di segala pihak yang telah ditimbulkan oleh kaum murtad itu, yang agaknya bagi orang lain boleh mendatangkan kekusutan fikiran, oleh beliau ditunggu saja dengan tenang ketika yang balk. Ditunggunya Usamah pulang, kerana di sana terletak sebahagian besar kekuatan.
Setelah kembali dengan kemenangan- nya, maka Usamah dan tenteranya disuruhnya istirahat, kerana beliau hendak menyelesaikan lebih dahulu kekusutan yang ditimbulkan oleh kaum Absin dan Dhabyaan di luar Madinah, yang mencuba hendak memberontak pula. Pimpinan kota Madinah diserahkan kepada yang lain dan beliau sendiri pergi menaklukkan kedua kaum itu kembali, hingga tunduk. Setelah itu barulah diatumya tentera untuk mengalahkan kaum-kaum perusuh pemberontak itu. Tentera itu disuruh ke Dzul Qisah, kira-kira 10 batu dari Madinah, menghadap ke Najd. Di sanalah dibaginya 11 buah bendera kepada 11 orang kepala perang:
1. Kepada Khalid bin Al-Walid, pergi memerangi Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi di negeri Bazaakhah. Kalau telah selesai di sana, teruskan mengalahkan Malik bin Nuwairah di negeri Batthaah.
2. Ikrimah bin Abu Jahal, memerangi Musailamah di Yamamah.
3. Di belakang Ikrimah disusuli oleh tentera Syurahbil bin Hasanah.
4. Al-Muhajir bin Abu Umaiyah ke Yaman, mengalahkan Al-Aswad Al-Ansi.
5. Huzaifah bin Mihsan mengalahkan negeri Daba di Uman.
6. Arfajah bin Hartsamah ke negeri Muhrah.
7. Suwaid bin Mukrin ke Ti~Mmah di Yaman.
8. Al-Ala bin Al-Hadhramiy ke negeri Bahrein.
9. Thuraifah bin Hajiz ke negeri bani Sulaim dan Hawazin.
10. Amru bin Al-Ash ke negeri Qudhaah.
11. Khalid bin Said ke tanah-tanah tinggi Syam.
Dengan hati yang teguh dan kesetiaan kepala-kepala perang itu, di dalam masa yang tidak berapa lama, seluruh pemberontakan dan huru-hara itu, yang ditimbulkan oleh beberapa orang yang mengakui dirinya jadi Nabi, atau yang hendak mencari keuntungan diri, me- mecahkan persatuan agama, telah dapat disapu bersih, itulah salah satu daripada kemuliaan yang tak dapat dilupakan oleh tarikh tentang diri Khalifah Rasulullah itu.
Menaklukkan Parsi
Setelah selesai huru-hara di dalam negeri itu, Mhalifah Rasulullah menghadap ke luar negeri, menaklukkan negeri Parsi. Untuk itu telah diangkatnya kepala perang besar yang masyhur Saifullah Khalid bin Al-Walid. Kalau kelak maksud ini berhasil, perjalanan boleh di- teruskannya ke batas-batas Hindustan. Untuk pembantunya diangkat Iyadh bin Ghanam, masuk dari utara Iraq. Penyerang Khalid telah berhasil masuk di negeri Parsi, sejak dari pinggir sungai Fblrat, sampai ke Ubullah, melinkungi Syam, Iraq dan Jazirah, demikian juga sebelah timur sungai Furat. Di beberapa tempat pahlawan besar itu telah bertempur dengan tentera-tentera Parsi, Rumawi dan Arab yang masih belum masuk kepada persatuan besar ini. Namanya kian menakutkan musuh.
Namanya lebih dakulu telah menggegarkan tempat yang belum dimasukinya. Kalau suatu negeri ditaklukkannya, maka di sana diangkatnya seorang amir yang akan mengatur kharaj (cukai) dari ahli zimmah. Namanya sangat dipuji oleh musuhnya sebab orang tani dan pertaniannya tidak pernah digangunya melainkan dipeliharanya. Lantaran itu jikalau dia masuk ke negeri Arab yang masih di bawah bendera (protectorat) Parsi, orang di sana lebih suka diperintahnya dan belot dari pemerintahan yang lama, sedang agama tidak diganggu. Sebab orang Arab di sana memeluk agama Masihi. Kalau terjadi perang landing, menjadi kehinaan besar baginya kalau perang itu hanya bertegang urat leher dari jauh menghabiskan tempoh, dia lebih suka kepada permainan pedang, bertanding kepahlawanan, terutama dengan kepala-kepala kaum itu. Sebab dengan demikian, tempoh perang dapat disingkat- kan. Temannya Iyadh telah dapat menguasai Daumatul Jandal, sampai ke Iraq. Di Hirah kedua kepala perang yang gagah itu bertemu.
Menaklukkan Syam
Setelah itu Abu Bakar mengirim surat kepada penduduk Makkah, Thaif, Yaman dan sekalian negeri Arab, sampai ke Najd dan seluruh Hejaz disuruh bersiap untuk mengatur suatu bala tentera besar, akan melakukan suatu peperangan yang besar, iaitu menaklukkan negeri Syam, pusat kerajaan Rumawi pada masa itu. Mendengar seruan itu orang pun bersiap. Sebagian besar kerana mengharapkan bertempur mempertahankan agama, dan tentu tidak kurang pula yang mengharapkan harta rampasan.
Kata Ath-Thabari: Tiap-tiap ketua perang itu telah ditentukan tempat tinggal mereka sebelum negeri itu dimasuki, buat Abu Ubaidah telah ditentukan Hems, buat Yazid bin Abu Sufyan negeri Damsyik, buat Syurahbil bin Hasanah negeri Urdan (Jordan), buat Amru bin Al-Ash dan Alqamah bin Al-Munzir negeri Palestin, Kalau telah selesai, maka Alqamah akan meneruskan perjalanan ke Mesir.
Peperangan yang paling masyhur hebat dan besamya ketika penaklukan Syam itu ialah peperangan Yarmuk, iaitu suatu sungai besar. Di sanalah orang Rumawi dapat membutikan bahwa musuhnya memang besar dan kekuatan mereka sendiri tidak ada lagi. Sejak waktu itulah berturut-turut jatuh negeri Quds, Damsyik, Hems, Humaat, Halab dan lain-lain. Sedianya peperangan ini tidaklah akan berakhir begitu me- nyenangkan. Kerana telah berhari berpekan peperangan di Yarmuk itu dilangsungkan, belum juga berakhir dengan balk. Sebab tiap-tiap ketua perang itu mengendalikan tenteranya sendiri-sendiri, kepala perang besar untuk menyatukan komando tidak ada. Padahal orang Rumawi telah bermaksud hendak keluar dari benteng mereka me- lakukan serangan besar-besaran.
Waktu iku datanglah Khalid bin Al-Walid dengan tiba-tiba, yakni setelah selesai melakukan serangan- nya di Parsi. Dia mendapat surat Khalifah menyuruh lekas pindah ke Rumawi. Setelah tiba di situ dikumpulkannya kepala-kepala perang dan diadakannya pidato yang berapi-api untuk menaikkan semangat. Di antara ucapannya:Saya tahu bahwa kamu semua telah dipecah- pecahkan oleh kemegahan dunia. Demi Allah! Sekarang berhentikanlah itu, degarlah bicaraku! Hendaklah pimpinan tentera disatukan, sehari si anu, sehari lagi si anu. Hari ini biar saya, besok salah seorang di antara kamu. Orang-orang itu menerima.
Baru saja tentera berada di bawah pimpinannya, sudah nampak alamat kemenangan, sehingga besoknya tidak ada yang berani menggantikan lagi. Begitulah kemenangan telah diperoleh di bawah pimpinan Khalid. Satu cubaan besar datanglah kepada pahlawan itu seketika perang sangat hebatnya. Surat datang dari Madinah, menyatakan bahwa Khalifah Rasulullah yang pertama wafat. Sekarang yang memerintah ialah Umar, bukan Abu bakar lagi. Khalid mesti berhenti memimpin peperangan, digantikan oleh Abu Ubaidah. Surat itu disimpannya saja sampai peperangan berhenti, takut tentera akan kacau.
Setelah kalah musuh dan menang kaum Muslimin, barulah dia datang kepada Abu Ubaidah, mengucapkan salam kepada Amirul- Jaisy (kepala tentera). Dan dengan muka gagah segala pimpinan diserahkannya, dia tetap menjadi seldadu biasa meneruskan per- tempuran ke tempat-tempat yang lain. Seketika ditanyai orang, dengan megah pahlawan itu berkata: Saya berperang bukan lantaran Umar! Laksana Basyir, pahlawan Ansar tempoh hari itu pula mengatakan ahwa Ansar bertempur bukan mencari megah dunia! Lebih dari 100,000 tentera Rumawi binasa waktu itu.
Wafatnya Abu Bakar
Pada 7 haribulan Jumadil Akhir tahun ketiga belas Hijrah, beliau ditimpa sakit. Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit itu, wafatlah beliau pada 21 haribulan Jumadil Akhir tahun 13H, bertepatan dengan tanggal 22 Ogos tahun 634 Masihiyah. Lamanya memerintah ialah 2 tahun 3 bulan 10 hari. Dikebumikan di kamar Aisyah di samping makam sahabatnya yang mulia Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam!. (ar/dkh) www.suaramedia.com
SelengkapnyaKisah Khalifah Abu Bakar As-Sidiq

“Tuntutlah Ilmu dari Buaian Sampai Liang Lahad” dan “Menuntut Ilmu itu Wajib bagi Setiap Muslim dan Muslimah”

“Tuntutlah Ilmu dari Buaian Sampai Liang Lahad” dan “Menuntut Ilmu itu Wajib bagi Setiap Muslim dan Muslimah”

Berikut penjelasan tentang 2 status hadits tersebut:
1. Tuntutlah Ilmu dari Buaian Sampai Liang Lahad (اطلبوا العلم من المهد الى اللحد)
Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah (‘ulama hadits kontemporer, lahir tahun 1336 H dan wafat tahun 1417 H) di kitab beliau Qimah az-Zaman ‘inda al-‘Ulama hal 30 (terbitan Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, cetakan ke-10) menyatakan:
هذا الكلام : (طلب العلم من المهد الى اللحد) ويحكى أيضا بصيغة (اطلبوا العلم من المهد الى اللحد) : ليس بحديث نبوي ، وإنما هو من كلام الناس ، فلا تجوز إضافته إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم كما يتناقله بعضهم ، إذ لا ينسب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا ما قاله أو فعله أو أقره
Artinya: “Perkataan ini, yaitu ‘menuntut ilmu dari buaian sampai ke liang lahad’, dan disampaikan juga dengan ungkapan ‘tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahad’, bukanlah hadits Nabi. Ia hanyalah perkataan manusia biasa, dan tidak boleh menyandarkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Tidak ada yang boleh dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali perkataan, perbuatan dan persetujuan beliau.”
Diceritakan juga bahwa Syaikh Ibn Baz rahimahullah dalam sebuah kajian beliau pernah menyatakan status hadits ini, yaitu ليس له أصل, tidak ada asalnya. (saya menemukan cerita ini di http://www.ahl-alsonah.com/vb/p1507.html dan http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=19129, keduanya diakses pada tanggal 30 Januari 2012)
Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Markaz Fatwa situs islamweb.net. (http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=60804, diakses pada tanggal 30 Januari 2012)
Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah menyatakan bahwa ungkapan اطلبوا العلم من المهد الى اللحد ini maknanya benar, namun yang tidak boleh adalah menisbahkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Menuntut Ilmu itu Wajib bagi Setiap Muslim dan Muslimah (طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة)
Hadits طلب العلم فريضة على كل مسلم, tanpa tambahan ومسلمة diriwayatkan melalui banyak jalur dan terdapat di banyak kitab, diantaranya dikeluarkan oleh Ibn Majah dalam Sunan-nya(1/81), al-Bazzar dalam Musnad-nya(1/164) (13/240) (14/45), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir (1/36) (1/58), juga dikeluarkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, al-Mu’jam al-Kabir dan Musnad asy-Syamiyin, dikeluarkan juga oleh al-Baihaqi dalam al-Madkhal ila as-Sunan al-Kubra (hadits no. 325, 326 dan 329).
‘Ulama berbeda pendapat tentang status hadits ini. Abu ‘Abdirrahman al-Albani rahimahullah dalam kitab Shahih at-Targhib wa at-Tarhib (1/17) dan Shahih wa Dha’if Sunan Ibn Majah (1/296) menyatakan hadits ini shahih. Dalam kitab Shahih wa Dha’if Sunan Ibn Majah (1/296), al-Albani mengutip hadits dari Ibn Majah:
حدثنا هشام بن عمار حدثنا حفص بن سليمان حدثنا كثير بن شنظير عن محمد ابن سيرين عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب
Kemudian beliau berkomentar: “shahih, tanpa tambahan وواضع العلم dan seterusnya, tambahan tersebut statusnya dha’if jiddan.”
Imam Muhammad ibn ‘Abdirrahman as-Sakhawi rahimahullah dalam kitab beliau al-Maqasid al-Hasanah (1/121) menyatakan:
حديث: اطلبوا العلم ولو بالصين، فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم، البيهقي في الشعب، والخطيب في الرحلة وغيرها، وابن عبد البر في جامع العلم، والديلمي، كلهم من حديث أبي عاتكة طريف بن سلمان، وابن عبد البر وحده من حديث عبيد بن محمد عن ابن عيينة عن الزهري كلاهما عن أنس مرفوعا به، وهو ضعيف من الوجهين، بل قال ابن حبان: إنه باطل لا أصل له، وذكره ابن الجوزي في الموضوعات، وستأتي الجملة الثانية في الطاء معزوة لابن ماجه وغيره مع بيان حكمها
Artinya: “Hadits ‘tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim’ disebutkan oleh al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, al-Khathib dalam ar-Rihlah dan selainnya, Ibn ‘Abdil Barr di Jami al-‘Ilm, dan ad-Dailami. Seluruhnya meriwayatkan dari Abi ‘Atikah Tharib ibn Salman, dan Ibn ‘Abdil Barr sendiri meriwayatkan dari ‘Ubaid ibn Muhammad dari Ibn ‘Uyainah dan az-Zuhri. Keduanya dari Anas secara marfu’. Dan ia dha’if dari dua sisi. Bahkan Ibn Hibban berkata: ‘sesungguhnya ia batil, tidak ada asalnya’. Dan ibn al-Jauzi juga menyebutkannya dalam al-Maudhu’at. Dan nanti akan ada lagi di pembahasan huruf ‘tha’, dinisbahkan kepada Ibn Majah dan selainnya beserta penjelasan hukumnya.”
Dalam kitab yang sama (1/440), as-Sakhawi menyatakan:
حديث: طلب العلم فريضة على كل مسلم، ابن ماجه في سننه، وابن عبد البر في العلم له من حديث حفص بن سليمان عن كثير بن شنظير، عن محمد بن سيرين عن أنس به مرفوعا بزيادة: وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب، وحفص ضعيف جدا، بل اتهمه بعضهم بالكذب والوضع
Artinya: “Hadits ‘menuntut ilmu wajib atas setiap muslim’ disebutkan oleh Ibn Majah di Sunan-nya, Ibn ‘Abdil Barr dalam al-‘Ilm dari hadits Hafsh ibn Sulaiman, dari Katsir ibn Syinzir, dari Muhammad ibn Sirin, dari Anas secara marfu’, dengan tambahan وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب. Dan Hafsh dha’if jiddan, bahkan dituduh berdusta dan memalsukan hadits.”
As-Sakhawi (1/140) menjelaskan cukup panjang tentang hadits ini, bahwa ia juga diriwayatkan dari beberapa jalur lain, namun sebagian ulama mengatakan bahwa semua riwayat tersebut mengandung cacat, tidak bisa dijadikan hujjah. Hal ini misalnya disampaikan oleh Ibn ‘Abdil Barr dan al-Bazzar sebagaimana dikutip oleh as-Sakhawi.
Sedangkan untuk tambahan kata ومسلمة, as-Sakhawi mengatakan bahwa tambahan tersebut tidak pernah disebutkan dalam jalur-jalur periwayatan yang ada.
Bisa disimpulkan, kata ومسلمة hanya tambahan dalam hadits yang tidak ada asalnya. Sedangkan hadits طلب العلم فريضة على كل مسلم tanpa tambahan ومسلمة diperselisihkan ulama keshahihannya.
Wallahu a’lam bish shawwab.
Selengkapnya“Tuntutlah Ilmu dari Buaian Sampai Liang Lahad” dan “Menuntut Ilmu itu Wajib bagi Setiap Muslim dan Muslimah”

Hadits Walaupun Hanya membuang duri dijalan

Hadits Walaupun Hanya membuang duri dijalan 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda dalam sebuah hadis bahwa
iman memiliki lebih dari tujuh puluh
cabang. Cabang yang paling tinggi
dari cabang-cabang keimanan adalah
perkataan “ la ilaha illallah” dan
cabang yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan.
Secara tidak langsung, hadis tersebut
juga mengisyaratkan bahwa keimanan
seseorang itu bertingkat-tingkat sesuai
dengan ilmu dan amal yang ia
perbuat. Hanya saja, jangan remehkan
suatu amal kebaikan, sekalipun terlihat
sedikit dan dianggap remeh oleh
manusia. Bisa jadi, Allah subhanahu
wa ta’ala akan mengganjar amalan
yang dikerjakan secara ikhlas tersebut
dengan pahala yang berlipat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengisahkan bahwa ada
seorang laki-laki yang masuk surga
karena ia menyingkirkan duri yang
berada di suatu jalan, yang dilakukan
dengan tujuan agar tidak mengganggu
kaum muslimin. Sebab itu, Allah
subhanahu wa ta’ala menerima amal
baiknya tersebut dan mengganjarnya
dengan balasan yang lebih baik.
Subhanallah … sungguh Maha Luas
rahmat Allah subhanahu wa ta’ala .
Semoga hal ini dapat menjadi ibrah
bagi kita semua. Allahul Muwaffiq.

Alkisah
Ada seorang laki-laki yang sedang
berjalan-jalan di sebuah jalan. Ia
menjumpai rerantingan yang berduri
yang menghambat jalan tersebut,
kemudian ia menyingkirkannya. Lalu ia
bersyukur kepada Allah subhanahu
wa ta’ala, maka Allah mengampuni
dosa-dosanya.

Dalam sebagian riwayat dari Imam
Muslim dari sahabat Abu Hurairah
pula, beliau berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada seseorang laki-laki yang melewati
ranting berduri berada di tengah
jalan. Ia mengatakan, ‘Demi Allah, aku
akan menyingkirkan duri ini dari kaum
muslimin sehingga mereka tidak akan
terganggu dengannya.’ Maka Allah
pun memasukkannya ke dalam surga.”
Dalam riwayat lain, juga dari sahabat
Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Sungguh, aku telah melihat seorang
laki-laki yang tengah menikmati
kenikmatan di surga disebabkan ia
memotong duri yang berada di
tengah jalan, yang duri itu
mengganggu kaum muslimin .”

Kisah sahih di atas diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari dalam Kitab “Al-
Adzan“, Bab “Fadhlu Tahjir ila Zhuhri“,
no. 652; dan Kitab “Al-Mazhalim “, Bab
“Man Akhadzal Ghuzna wama
Yu’dzinnas fith Thariq“, no. 2472; juga
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
Kitab “Al-Bir wash-Shilah wal Adab“,
no. 1914; dan Kitab “ Al-Imarah “, no.
1914.

Ibrah
Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan bahwa Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,

“Barang siapa yang menyakiti wali-Ku,
ia berhak mendapatkan permusuhan-
Ku.” (H.r. Abu Ya’la Al-Musili, 14:372)
Para wali Allah subhanahu wa ta’ala
adalah kaum mukminin yang selalu
taat kepada perintah-perintah Allah
subhanahu wa ta’ala dan memiliki
komitmen dengan sunah-sunah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Yang
dimaksud dengan wali Allah
subhanahu wa ta’ala adalah orang
yang berilmu tentang Allah
subhanahu wa ta’ala , selalu
menjalankan ketaatan kepada-Nya,
dan ikhlas dalam beribadah kepada-
Nya.”

Sungguh mulia kedudukan kaum
mukminin di sisi Allah subhanahu wa
ta’ala. Mereka adalah orang-orang
yang mendapatkan kehormatan.
Mereka tidak boleh diusik atau disakiti,
apalagi dimusuhi dan diganggu.
Bahkan dalam sebuah hadis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

“Sesungguhnya, darah-darah kalian
dan harta-harta kalian itu haram
seperti haramnya hari dan bulan
kalian ini.” (H.r. Muslim, 6:245)
Dalam kisah di atas, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menceritakan seseorang yang sedang
berjalan di suatu jalan, kemudian
menjumpai sebuah pohon yang
memiliki banyak duri dan menghalangi
jalan kaum muslimin sehingga dapat
mengganggu orang-orang yang
melewatinya. Kemudian, ia bertekad
kuat untuk memotong dan
membuangnya dengan tujuan
menghilangkan gangguan dari jalan
kaum muslimin. Dengan sebab itu,
Allah subhanahu wa ta’ala
mengampuni dosa-dosanya dan
memasukkan ia ke dalam surga-Nya.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melihatnya sedang
menikmati kenikmatan di surga
disebabkan amalannya tersebut.
Sungguh, laki-laki tersebut telah
beramal dengan amalan yang terlihat
remeh tetapi ia diganjar dengan
balasan yang teramat besar. Sungguh,
rahmat Allah subhanahu wa ta’ala
mahaluas dan keutamaan-Nya
mahaagung. Apa yang dilakukan laki-
laki tersebut adalah salah satu bagian
kecil dari petunjuk dan syariat yang
telah dibawa oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang
benar bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memerintahkan
kita untuk berbuat sebagaimana yang
telah dilakukan oleh laki-laki tersebut.
Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan dari jalan Abu Barzah Al-
Aslami, beliau bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,

“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah
kepadaku suatu amalan yang dapat
bermanfaat bagiku.” Beliau menjawab,
“Singkirkanlah gangguan dari jalan-
jalan kaum muslimin .” (H.r. Muslim,
13:49; Ibnu Majah, 11:78)
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mencela dan
memperingatkan dengan keras dari
perilaku yang dapat mengganggu
kaum muslimin di jalan-jalan mereka,
dalam hal ini Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa mengganggu kaum
muslimin di jalan-jalan mereka, wajib
atasnya laknat mereka .”

Mutiara kisah
Kisah di atas banyak sekali
mengandung mutiara faedah
berharga, di antaranya:
1. Besarnya keutamaan menyingkirkan
gangguan dari jalan kaum muslimin
dan adanya pahala yang besar yang
diberikan bagi siapa saja yang
melakukannya.
2. Luasnya rahmat Allah subhanahu
wa ta’ala dan agungnya pahala yang
disiapkan buat hamba-hamba-Nya
yang beriman. Allah subhanahu wa
ta’ala memasukkan laki-laki tersebut ke
dalam surga sekaligus dengan sebab
amalannya yang sedikit, yaitu
menyingkirkan gangguan dari jalan
kaum muslimin, karena memang
seseorang masuk surga itu berkat
fadilah Allah subhanahu wa ta’ala
yang dianugerahkan kepadanya,
bukan sekadar karena amalan yang ia
perbuat. Seandainya bukan karena
fadilah Allah subhanahu wa ta’ala ,
tentulah tidak ada seorang pun yang
dapat masuk surganya Allah
subhanahu wa ta’ala . Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda, “ Dekatkanlah diri kalian
kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dan tepatilah kebenaran. Ketahuilah,
bahwa tidaklah salah seorang dari
kalian akan selamat (dari neraka)
dengan amalnya .” Mereka
mengatakan, “Apakah engkau juga
demikian, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Demikian juga aku. Hanya
saja, Allah telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepadaku.” (H.r.
Muslim, no. 2816)
3. Pepohonan yang boleh ditebang
dan dibuang adalah pepohonan yang
mengganggu kaum muslimin. Adapun
apabila bermanfaat bagi kaum
muslimin seperti pohon yang
digunakan untuk berteduh manusia
maka tidak boleh ditebang, kecuali
apabila ada maslahat tertentu.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam sangat mendorong kaum
muslimin untuk menanam tanaman-
tanaman atau tumbuhan yang dapat
berbuah dan bermanfaat bagi
manusia. Dalam sebuah hadis,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Tidak seorang muslim pun yang
menanam suatu tanaman melainkan
bagian yang dimakan dari pohon
tersebut adalah sedekah baginya,
bagian yang dicuri dari pohon
tersebut adalah sedekah baginya,
bagian yang dimakan oleh burung-
burung adalah sedekah baginya, serta
bagian yang dikurangi oleh seseorang
juga sedekah baginya.” (H.r. Al-
Bukhari, 8:118; Muslim, 8:176; At-
Tirmidzi, 5:253)
4. Kisah di atas sekaligus merupakan
peringatan keras kepada sebagian
manusia yang tidak hanya enggan
menyingkirkan gangguan dari jalan
tetapi justru membuang sampah-
sampah rumahnya dan sisa-sisa
makanan mereka ke jalan-jalan yang
dilewati kaum muslimin. Akibatnya, hal
itu dapat mengganggu dan
menghambat saudaranya yang lain
yang melewati jalan tersebut.
Wal’iyadzubillah. Seandainya mereka
mengetahui pahala yang akan
diberikan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala kepada siapa saja yang mau
ikhlas berbuat baik kepada sesama
kaum muslimin, tentulah mereka tidak
akan berbuat sedemikian itu.

Wallahu a’lam. Walhamdulillahi Rabbil
’alamin. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda dalam sebuah hadis bahwa
iman memiliki lebih dari tujuh puluh
cabang. Cabang yang paling tinggi
dari cabang-cabang keimanan adalah
perkataan “ la ilaha illallah” dan
cabang yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan.
Secara tidak langsung, hadis tersebut
juga mengisyaratkan bahwa keimanan
seseorang itu bertingkat-tingkat sesuai
dengan ilmu dan amal yang ia
perbuat. Hanya saja, jangan remehkan
suatu amal kebaikan, sekalipun terlihat
sedikit dan dianggap remeh oleh
manusia. Bisa jadi, Allah subhanahu
wa ta’ala akan mengganjar amalan
yang dikerjakan secara ikhlas tersebut
dengan pahala yang berlipat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengisahkan bahwa ada
seorang laki-laki yang masuk surga
karena ia menyingkirkan duri yang
berada di suatu jalan, yang dilakukan
dengan tujuan agar tidak mengganggu
kaum muslimin. Sebab itu, Allah
subhanahu wa ta’ala menerima amal
baiknya tersebut dan mengganjarnya
dengan balasan yang lebih baik.
Subhanallah … sungguh Maha Luas
rahmat Allah subhanahu wa ta’ala .
Semoga hal ini dapat menjadi ibrah
bagi kita semua. Allahul Muwaffiq.

Alkisah
Ada seorang laki-laki yang sedang
berjalan-jalan di sebuah jalan. Ia
menjumpai rerantingan yang berduri
yang menghambat jalan tersebut,
kemudian ia menyingkirkannya. Lalu ia
bersyukur kepada Allah subhanahu
wa ta’ala, maka Allah mengampuni
dosa-dosanya.

Dalam sebagian riwayat dari Imam
Muslim dari sahabat Abu Hurairah
pula, beliau berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada seseorang laki-laki yang melewati
ranting berduri berada di tengah
jalan. Ia mengatakan, ‘Demi Allah, aku
akan menyingkirkan duri ini dari kaum
muslimin sehingga mereka tidak akan
terganggu dengannya.’ Maka Allah
pun memasukkannya ke dalam surga.”
Dalam riwayat lain, juga dari sahabat
Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Sungguh, aku telah melihat seorang
laki-laki yang tengah menikmati
kenikmatan di surga disebabkan ia
memotong duri yang berada di
tengah jalan, yang duri itu
mengganggu kaum muslimin .”

Kisah sahih di atas diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari dalam Kitab “Al-
Adzan“, Bab “Fadhlu Tahjir ila Zhuhri“,
no. 652; dan Kitab “Al-Mazhalim “, Bab
“Man Akhadzal Ghuzna wama
Yu’dzinnas fith Thariq“, no. 2472; juga
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
Kitab “Al-Bir wash-Shilah wal Adab“,
no. 1914; dan Kitab “ Al-Imarah “, no.
1914.

Ibrah
Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan bahwa Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,

“Barang siapa yang menyakiti wali-Ku,
ia berhak mendapatkan permusuhan-
Ku.” (H.r. Abu Ya’la Al-Musili, 14:372)
Para wali Allah subhanahu wa ta’ala
adalah kaum mukminin yang selalu
taat kepada perintah-perintah Allah
subhanahu wa ta’ala dan memiliki
komitmen dengan sunah-sunah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Yang
dimaksud dengan wali Allah
subhanahu wa ta’ala adalah orang
yang berilmu tentang Allah
subhanahu wa ta’ala , selalu
menjalankan ketaatan kepada-Nya,
dan ikhlas dalam beribadah kepada-
Nya.”

Sungguh mulia kedudukan kaum
mukminin di sisi Allah subhanahu wa
ta’ala. Mereka adalah orang-orang
yang mendapatkan kehormatan.
Mereka tidak boleh diusik atau disakiti,
apalagi dimusuhi dan diganggu.
Bahkan dalam sebuah hadis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

“Sesungguhnya, darah-darah kalian
dan harta-harta kalian itu haram
seperti haramnya hari dan bulan
kalian ini.” (H.r. Muslim, 6:245)
Dalam kisah di atas, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menceritakan seseorang yang sedang
berjalan di suatu jalan, kemudian
menjumpai sebuah pohon yang
memiliki banyak duri dan menghalangi
jalan kaum muslimin sehingga dapat
mengganggu orang-orang yang
melewatinya. Kemudian, ia bertekad
kuat untuk memotong dan
membuangnya dengan tujuan
menghilangkan gangguan dari jalan
kaum muslimin. Dengan sebab itu,
Allah subhanahu wa ta’ala
mengampuni dosa-dosanya dan
memasukkan ia ke dalam surga-Nya.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melihatnya sedang
menikmati kenikmatan di surga
disebabkan amalannya tersebut.
Sungguh, laki-laki tersebut telah
beramal dengan amalan yang terlihat
remeh tetapi ia diganjar dengan
balasan yang teramat besar. Sungguh,
rahmat Allah subhanahu wa ta’ala
mahaluas dan keutamaan-Nya
mahaagung. Apa yang dilakukan laki-
laki tersebut adalah salah satu bagian
kecil dari petunjuk dan syariat yang
telah dibawa oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang
benar bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memerintahkan
kita untuk berbuat sebagaimana yang
telah dilakukan oleh laki-laki tersebut.
Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan dari jalan Abu Barzah Al-
Aslami, beliau bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,

“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah
kepadaku suatu amalan yang dapat
bermanfaat bagiku.” Beliau menjawab,
“Singkirkanlah gangguan dari jalan-
jalan kaum muslimin .” (H.r. Muslim,
13:49; Ibnu Majah, 11:78)
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mencela dan
memperingatkan dengan keras dari
perilaku yang dapat mengganggu
kaum muslimin di jalan-jalan mereka,
dalam hal ini Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa mengganggu kaum
muslimin di jalan-jalan mereka, wajib
atasnya laknat mereka .”

Mutiara kisah
Kisah di atas banyak sekali
mengandung mutiara faedah
berharga, di antaranya:
1. Besarnya keutamaan menyingkirkan
gangguan dari jalan kaum muslimin
dan adanya pahala yang besar yang
diberikan bagi siapa saja yang
melakukannya.
2. Luasnya rahmat Allah subhanahu
wa ta’ala dan agungnya pahala yang
disiapkan buat hamba-hamba-Nya
yang beriman. Allah subhanahu wa
ta’ala memasukkan laki-laki tersebut ke
dalam surga sekaligus dengan sebab
amalannya yang sedikit, yaitu
menyingkirkan gangguan dari jalan
kaum muslimin, karena memang
seseorang masuk surga itu berkat
fadilah Allah subhanahu wa ta’ala
yang dianugerahkan kepadanya,
bukan sekadar karena amalan yang ia
perbuat. Seandainya bukan karena
fadilah Allah subhanahu wa ta’ala ,
tentulah tidak ada seorang pun yang
dapat masuk surganya Allah
subhanahu wa ta’ala . Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda, “ Dekatkanlah diri kalian
kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dan tepatilah kebenaran. Ketahuilah,
bahwa tidaklah salah seorang dari
kalian akan selamat (dari neraka)
dengan amalnya .” Mereka
mengatakan, “Apakah engkau juga
demikian, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Demikian juga aku. Hanya
saja, Allah telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepadaku.” (H.r.
Muslim, no. 2816)
3. Pepohonan yang boleh ditebang
dan dibuang adalah pepohonan yang
mengganggu kaum muslimin. Adapun
apabila bermanfaat bagi kaum
muslimin seperti pohon yang
digunakan untuk berteduh manusia
maka tidak boleh ditebang, kecuali
apabila ada maslahat tertentu.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam sangat mendorong kaum
muslimin untuk menanam tanaman-
tanaman atau tumbuhan yang dapat
berbuah dan bermanfaat bagi
manusia. Dalam sebuah hadis,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Tidak seorang muslim pun yang
menanam suatu tanaman melainkan
bagian yang dimakan dari pohon
tersebut adalah sedekah baginya,
bagian yang dicuri dari pohon
tersebut adalah sedekah baginya,
bagian yang dimakan oleh burung-
burung adalah sedekah baginya, serta
bagian yang dikurangi oleh seseorang
juga sedekah baginya.” (H.r. Al-
Bukhari, 8:118; Muslim, 8:176; At-
Tirmidzi, 5:253)
4. Kisah di atas sekaligus merupakan
peringatan keras kepada sebagian
manusia yang tidak hanya enggan
menyingkirkan gangguan dari jalan
tetapi justru membuang sampah-
sampah rumahnya dan sisa-sisa
makanan mereka ke jalan-jalan yang
dilewati kaum muslimin. Akibatnya, hal
itu dapat mengganggu dan
menghambat saudaranya yang lain
yang melewati jalan tersebut.
Wal’iyadzubillah. Seandainya mereka
mengetahui pahala yang akan
diberikan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala kepada siapa saja yang mau
ikhlas berbuat baik kepada sesama
kaum muslimin, tentulah mereka tidak
akan berbuat sedemikian itu.

Wallahu a’lam. Walhamdulillahi Rabbil
’alamin.
SelengkapnyaHadits Walaupun Hanya membuang duri dijalan